Operasi yang Dibuat Jepang untuk Menaklukan Pulau Jawa dan Nusantara …

Operasi Gurita adalah strategi perang yang diprakarsai oleh Laksamana Takeo Kurita. Operasi penyerangan Jepang ini dilakukan untuk membombardir pulau Jawa setelah berhasil menyerang Pearl Harbor, pangkalan angkatan laut Amerika Serikat.
Tujuan Jepang adalah melakukan ekspansi ke Indonesia dengan ingin menguasai kekayaan sumber daya alam Indonesia, termasuk hasil minyak dan karet.
Jepang melakukan pendaratan di Indonesia sekitar bulan Januari 1942 dipimpin oleh Laksamana Takeo Kurita.
Formulir Gurita Operasi
Operasi Gurita yang dilancarkan oleh Jepang terbagi menjadi dua, yaitu Gurita Barat (Western Octopus) dimulai dari Laut China Selatan dan dilanjutkan melalui Kalimantan bagian utara kemudian ke Jawa sedangkan Gurita bagian timur (Eastern Octopus) dimulai dari Filipina dan dilanjutkan melalui Makassar Selat kemudian ke Jawa Tengah dan Jawa Timur. Operasi
Serangan Jepang ke Belanda
Serangan Strategi Gurita Barat tidak menemui kendala berarti. Mereka mendarat di Pulau Eraten (Indramayu), lalu menguasai Serang (Banten) pada 1 Maret.
Adapun gurita timur masih harus berjuang dalam pertempuran laut di dekat Balikpapan, juga di Laut Jawa, tepatnya di perairan antara Bawean, Tuban, dan Laut Rembang. Pertempuran Laut Jawa berlangsung selama 7 jam pada tanggal 27 Februari.
Gurita barat menjadikan Bandung sebagai target utama. Dari Eraten, detasemen 5.000 prajurit di bawah komando Kolonel Toshinori Shoji terus bergerak menuju lapangan terbang Kalijati, Subang, yang hanya berjarak 40 km dari Bandung.
Dalam pertempuran singkat, lapangan terbang Kalijati direbut oleh Jepang. Selama tiga hari berturut-turut, dari tanggal 2 hingga 4 Maret, tentara Belanda berusaha merebut kembali lapangan Kalijati namun selalu gagal dan memakan banyak korban.
Pada tanggal 5 Maret, Batavia (Jakarta) diumumkan sebagai “Kota Terbuka”, artinya tidak akan dipertahankan oleh pasukan Belanda. Dari Batavia, tentara Jepang bergerak ke selatan dan menguasai Buitenzorg (Bogor).
Pada hari yang sama, Jepang pindah dari Kalijati ke Bandung. Awalnya mereka menyerang markas pertahanan di Ciater. Dari Ciater, pasukan Belanda mundur ke Lembang sebagai pertahanan terakhir. Namun sayang, Lembang akhirnya berhasil direbut Jepang pada malam tanggal 7 Maret.
Operasi kilat detasemen Shoji menimbulkan krisis kekuatan militer Belanda, dan itu berarti isyarat bahwa Bandung akan direbut dengan mudah. Pada tanggal 6 Desember, dikeluarkan perintah dari Letnan Jenderal Ter Pooten dan Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Tjarda van Starkenborgh agar pasukan Belanda tidak berperang di Bandung, untuk menghindari jatuhnya korban sipil.
Pada 7 Maret, Belanda mencoba mengulur-ulur waktu. Ajakan negosiasi yang ditawarkan pihak Jepang ditolak pihak Belanda.
Akibatnya Jepang memberikan ultimatum keras, bahwa bila pada pagi hari tanggal 8 Maret 1942 pukul 10.00 para pejabat Belanda tidak berada di Kalijati untuk berunding, maka Bandung akan dibombardir dan dihancurkan. Sejumlah pesawat pengebom disiagakan Jepang di Pangkalan Udara Kalijati.
Jepang menuntut agar yang hadir dalam perundingan itu adalah Panglima Angkatan Darat Belanda, Letnan Jenderal Ter Pooten, atau Gubernur Jenderal Van Starkenborgh sebagai pimpinan tertinggi di Hindia Belanda. Mereka juga menuntut agar wilayah yang diserahkan itu mencakup seluruh wilayah Hindia Belanda, bukan hanya pulau Jawa.
Pertemuan tersebut berlangsung di rumah dinas pejabat staf Sekolah Penerbangan Hindia Belanda yang kini menjadi Gedung Museum Sejarah, Komplek Garuda E-25 TNI AU Suryadarma, Kalijati, Subang. Letjen Hitoshi Imamura datang dari Batavia untuk menghadiri perundingan.
Serangan beruntun yang dipimpin oleh Laksamana Takeo Kurita berhasil dan ditandai dengan penyerahan Belanda kepada Jepang sekitar bulan Maret 1942. Rekan-rekan Belanda berbondong-bondong ke daerah Kalijati. Belanda yang saat itu menguasai Indonesia semakin terpojok sehingga terpaksa menandatangani Perjanjian Kalijati.
Referensi : rumrumus.com